Memahami Cara Kerja Otak Menggunakan Dua Sistem Daniel Kahneman
Daniel Kahneman di bukunya yang berjudul Thinking, Fast & Slow membongkar cara kerja akal budi manusia, dengan penggunaan dua sistem, yaitu sistem 1 dan sistem 2. Sistem 1 yang bersifat cepat, intuitif, dan emosional; Sistem 2 lebih pelan, rasional, lebih bertujuan, dan lebih logis. Sistem 1 adalah sistem yang sering kita pakai dalam kehidupan sehari-hari. Karena sistem 1 bersifat cepat ia cenderung terkena bias, dan cacat nalar, sehingga cukup sulit bagi manusia untuk menjadi rasional kecuali ia terbiasa.
Kalau kata Yuval ;
“Sapiens tidak bekerja menggunakan logika matematika yang dingin, tetapi sapiens bekerja menggunakan logika sosial yang hangat. Sapiens dikuasai emosi.”
Bukunya Daniel Kahneman menurut saya gambaran paling tepat untuk paradoks pengetahuan “Semakin kamu tahu, semakin sadar kamu tidak tahu” Karena setelah membaca buku ini saya merenungi, apakah demokrasi masih relevan, apakah pasar bebas masih relevan, apakah sebaiknya memberi tugas kita saja semua kepada robot, jika begitu manusia ini mau dibawa kemana. Setelah dibongkar oleh sains bahwa manusia itu cenderung bias dan gampang di manipulasi, saya semakin skeptis dengan sistem yang ada sekarang. Karena demokrasi, pasar bebas berangkat dari asumsi bahwa manusia adalah makhluk hidup yang rasional dan bisa bertanggung jawab dengan pilihannya. Mungkin pertanyaan itu akan terjawab sendiri seiring perjalanan waktu atau seiring bertambahnya buku yang saya baca. Untuk sekarang pertanyaan itu akan tersimpan di benak saya, sampai waktu yang tidak ditentukan.
Daniel Kahneman menjelaskan ada dua sistem yang mendorong cara otak kita berpikir. Tetapi sistem ini digunakan hanya untuk mempermudah kita memahami cara otak bekerja, dua sistem ini tidak ada tempat khusus dalam otak.
Sistem 1
Sistem 1 ini kita pakai dalam kehidupan sehari-hari sifatnya itu cepat, intuitif, emosional, impulsif, kadang terjadi secara sadar dan tidak sadar. Secara simpelnya sistem 1 digunakan ketika 2+2 kita tidak perlu mencari dengan usaha lebih, kita sudah tahu jawabannya. Atau kita gunakan untuk menyerap informasi yang cukup ringan dan sederhana seperti disaat kita menonton film atau sinetron indosiar. Sistem 1 digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena efisien, tidak memakan energi banyak dan waktu yang lama.
Sistem 2
Sistem 2 sifatnya logis, rasional, membutuhkan konsentrasi penuh, digunakan secara sadar, tetapi cenderung pemalas, jika digunakan ia cukup memakan banyak energi. Contoh simpelnya ketika 189 x 1289 kita harus mencari dahulu hasil dari soal itu, berbeda dengan 2+2. Sistem 2 adalah yang mengeksekusi keputusan, tetapi dikarenakan Sistem 2 pemalas jadinya Sistem 2 sering mengambil saran dari Sistem 1 secara mentah-mentah.
Sebelum pergi lebih jauh sebaiknya kita mendefinisikan dulu apa yang dimaksud dengan logis dan rasional. Logis adalah orang yang cara berpikir nya terstruktur,rapi,dan runut. Logika adalah alat yang dipakai orang logis sebagai metode. Sedangkan rasional adalah orang yang berpikir berdasarkan pemikiran yang bersistem dan logis; dan orang yang menghindari dosa kemalasan intelektual, tidak mudah puas dengan jawaban yang tampaknya menarik, lebih skeptis terhadap intuisi mereka sendiri. Psikolog Keith Stanovich menyebut mereka orang yang lebih rasional.
Silogisme Sederhana
Semua mawar itu bunga.
Beberapa bunga cepat layu
Oleh karena itu beberapa mawar cepat layu
Apakah silogisme itu benar?
“Otak adalah alat yang paling ahli dalam melompat langsung ke kesimpulan.”
Banyak orang yang menganggap silogisme itu sah. Padahal itu tidak benar. Jika kalian masih ngotot “jawabannya benar” itu karena kalian mengambil jawaban intuitif dari sistem 1. Padahal silogisme itu salah. Bagaimana jika bunga mawar tidak termasuk ke dalam beberapa bunga itu? Didalam logika haram hukumnya untuk berasumsi. Ketika kalian membenarkan silogisme tersebut itu benar, itu adalah jawaban dari sistem 1 kalian yang cepat, karena sistem 2 pemalas, jadinya sistem 2 nurut-nurut saja.
Sistem 1 Rawan Bias
Karena sistem 1 bekerja dengan cepat, jadinya sistem 1 cenderung terjebak dalam ilusi kognitif, bias, dan kecacatan nalar. Sehingga jika kita mengambil keputusan yang besar sangat tidak disarankan menggunakan sistem 1. Sistem 2 berbeda dengan sistem 1. Sistem 2 sering meragukan sesuatu, tidak mudah percaya, dan kritis. Sistem 2 sering terhindar dari kesalahan nalar, dan bias.
Mengapa Manusia Banyak Menggunakan Sistem 1
Makhluk hidup yang berpikir menggunakan sistem 2 berkecendrungan rendah untuk survive, sehingga kemungkinan untuk diwarisi kecil. Sistem 2 memakan energi yang banyak, sehingga tidak efisien dalam mengelola energi makhluk hidup yang terbatas. Serta sistem 2 lebih skeptis, coba bayangkan di jaman purba ada rumput yang bergoyang, sistem 1 kita yang intuitif bakal melarikan diri dan pergi menjauh dari rumput bergoyang itu tak peduli apa yang ada di balik rumput bergoyang itu. Sedangkan nenek moyang kita yang menggunakan sistem 2 melakukan sebaliknya dia akan memproses dengan lambat, menganalisis, dan memastikan apa yang berada di balik rumput tersebut. Sistem 2 juga tidak intuitif. Misalnya ketika kita melihat singa, mana yang bakal kita ikut sistem 1 apa 2? Ketika sistem 1 memberi saran kepada kita untuk lari, maka kita lari sejauh-jauhnya untuk tetap hidup. Sedangkan sistem 2 harus menganalisis seberapa jauh singa dari tempat kita, apakah singa tersebut sedang lapar, apakah singa tersebut sendiri, apakah singa tersebut tidak melihatnya, dan masih banyak lagi pertimbangannya. Sistem 2 akan lebih lambat dan tajam untuk menganalisis hingga dia memutuskan kita untuk lari atau biasa-biasa saja.
Sistem 1 berguna misalnya disaat kalian membawa mobil terus ada mobil mau melanggar kalian, kalian langsung reflek menghindarinya. Ketika kalian ingin dipukul di wajah kalian langsung reflek menutupi wajah kalian, tanpa harus menunggu sistem 2 mengambil keputusan.
Sistem 1 Mudah Di Manipulasi
Penelitian bahwa manusia bisa dipengaruhi keputusannya melalui alam bawah sadar telah mengancam citra diri kita sebagai sosok sadar dan mandiri yang membuat pertimbangan dan pilihan. Contohnya, kebanyakan kita menganggap memberi suara dalam pemilu itu tindakan sengaja yang mencerminkan nilai-nilai dan pertimbangan kebijakan oleh kita, serta tak dipengaruhi hal-hal yang tak ada sangkut-pautnya. Suara kita seharusnya tak dipengaruhi lokasi tempat pemungutan suara, misalnya, tapi sebenarnya memang ada pengaruh. Studi pola pemberian suara di Arizona pada tahun 2000 menunjukkan bahwa dukungan untuk pengusulan meningkatkan anggaran sekolah lebih besar secara signifikan jika tempat pemungutan suara berada di sekolah dibanding tempat lain. Percobaan lain menunjukkan bahwa memperlihatkan gambar ruang kelas dan loker juga meningkatkan kecendrungan pemilih mendukung kebijakan terkait sekolah. Jika kalian tidak percaya hal tersebut, itu tidak mengagetkan. Sistem 2 percaya bahwa dirinya mengendalikan dan tahu alasan-alasan pilihannya. Sehingga menolak untuk percaya bahwa keputusannya terkadang di pengaruhi oleh alam bawah sadarnya. Efek ini kuat tapi tak harus besar. Di antara seratus pemilih dalam pemilu, hanya segelintir yang belum menentukan sikaplah yang akan memberikan suara berbeda mengenai persoalan sekolah jika tempat pemungutan suara berada di sekolah dan bukan di gereja atau mesjid. tapi beberapa persen saja bisa mengubah hasil pemilu.
Sistem 2 juga terkadang suka merasionalkan saran dari sistem 1. Misalnya, ada 5 orang dalam 1 kelompok. Mereka berlima disuruh memutuskan siapa yang akan menjadi ketua kelompok. 4 orang menunjuk orang yang paling ganteng dalam kelompok itu. Ketika mereka mencari alasan mengapa mereka memilih orang itu, mereka mencari jawaban yang rasional selain alasan dia ganteng untuk menjustifikasi pilihannya, dan menyatakan bahwa pilihan yang dia buat adalah pilihan yang rasional, dengan alasan yang kuat dan dapat di pertanggung jawabkan. Padahal pada awalnya mereka memilih orang itu karena dia ganteng.
Efek Pembingkaian
Pilihan yang sama bisa dibingkai atau dideskprisikan dengan berbagai cara, dan menghasilkan pilihan yang berbeda. Contoh, berbagai kemungkinan hasil satu pertaruhan bisa dibingkai sebagai keuntungan dan kerugian relatif. Sebagai contoh, Kahneman melakukan penelitian dan menyuruh para responden menjawab pertanyaan dibawah ini, para responden dibagi dua kelompok, dengan masing-masing soal yang berbeda.
Soal A
Akankah anda menerima perjudian yang menawarkan peluang 10% untuk mendapat 95$ dan peluang 90% untuk kehilangan 5$.
Soal B
Akankah Anda membayar 5$ untuk ikut lotre yang menawarkan peluang 10% untuk mendapat 100$ dan peluang 90% untuk tak mendapat apa-apa.
Walau mudah dipastikan bahwa kedua soal menawarkan pilihan yang identik secara objektif, 55 responden menyatakan preferensi yang berbeda di kedua versi. Di antara mereka, 42 menolak bertaruh di Soal A tapi menerima lotre yang sepadan di Soal B. Keefektifan manipulasi yang tampak tak penting itu menggambarkan kekuatan pembingkaian.
Efek Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah proses-proses yang mengendalikan pembingkaian hasil dan peristiwa. Masalah kesehatan masyarakat menggambarkan efek perumusan ketika perubahan kata-kata dari “nyawa terselamatkan” ke “nyawa hilang” memicu pergeseran besar preferensi dari menghindari risiko ke mengambil resiko. Biaya yang digunakan sebagai harga tiket lotre lebih bisa diterima dibandingkan kerugian dari perjudian, padahal memiliki nilai uang yang sama.
Efek perumusan ini pernah diteliti oleh McNeil, Pauker, Sox & Tversky. Mereka menemukan bahwa preferensi dokter dan pasien antara berbagai terapi untuk kanker paru-paru berbeda-beda ketika kemungkinan hasil dijabarkan dengan persentase kematian atau bertahan hidup. Dua kelompok dokter dipisahkan dengan diberi data rekayasa hasil bedah dan terapi radiasi. Para dokter banyak menghindari bedah ketika hasil data menunjukkankan pembedahan memiliki risiko kematian, yang lebih tinggi dibandingkan terapi radiasi. Tetapi para dokter di kelompok yang lain malah memutuskan melakukan pembedahan ketika hasil data dijabarkan dengan jumlah pasien yang selamat, padahal risiko nya sama saja.
Senjata ini bisa digunakan oleh para politikus untuk memanipulasi kita.
Efek perumusan bisa terjadi secara kebetulan saja, tanpa ada yang menyadari dampak bingkai pada keputusan akhir. Efek itu juga bisa dimanfaatkan dengan sengaja untuk memanipulasi daya tarik relatif berbagai pilihan. Contohnya Richard Thaler menunjukkan bahwa para pelobi industri kartu kredit memperjuangkan agar perbedaan harga apa pun antara pembelian tunai dan kredit disebut diskon tunai, bukan biaya tambahan kartu kredit.
Sistem 1 Tidak Bisa Dimatikan
Sayangnya sistem 1 yang sering menjadi kambing hitam terhadap bias dan cacat nalar manusia, itu tak bisa dimatikan. Coba anda menjawab pertanyaan ini 2+2= (…) sekalipun Anda berusaha untuk tidak menjawab itu ya tetap tidak bisa, karena itu sudah tertanam di sistem 1 anda. Berbeda dengan yang menggunakan sistem 2, misalnya 1893+1289= (…) anda bisa memutuskan untuk tidak menjawab itu.
Sekarang coba lihat ilusi dibawah ini;
kita melihat bahwa garis atas lebih panjang dibandingkan garis yang bawah. Nah ini adalah sistem 1 yang menilai, Sekarang ambil penggaris dan ukur. Panjang kedua garis itu sama. Ketika Anda mengambil penggaris dan mengukurnya, itu adalah sistem 2 yang mengambil alih. Bisa dilihat sistem 2 lebih membutuhkan usaha yang banyak dibandingkan sistem 1.
Sekarang liat ilusi dibawah ini;
Retina kita menangkap seluruh hal yang kita lihat itu sebenarnya dalam bentuk datar atau 2D, tetapi otak menginterpretasi nya menjadi 3D. Sekarang lihat gambar itu. Nyatanya itu adalah 2D tetapi otak kita masih menginterpretasikan bahwa itu adalah 3D. 3 orang dalam gambar tersebut sama besarnya. Tak peduli seberapa keras kita mencoba melihat bahwa mereka bertiga sama besar dan berada di layar gadget yang datar, otak kita tetap menginterpretasikan gambar itu sebagai 3D, dan masing-masing orang itu tidak sama besarnya. Jadi bisa disimpulkan bahwa sistem 1 yang bekerja secara intuitif itu tidak bisa dimatikan, mau dari sudut mana pun kita lihat gambar itu otak kita tetap menginterpretasi gambar itu sebagai 3D bukan sebuah gambar yang berada di layar gadget anda yang datar.
Melatih Otak Menggunakan Sistem 2
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa Sistem 2 menguras banyak energi, sehingga ini cepat melelahkan kita. Hal ini bisa diakali melalui pelatihan terus menerus, kita bisa melatih agar keputusan kita menjadi lebih logis, rasional, dan berpikir panjang agar otak kita terbiasa untuk menggunakan Sistem 2 atau paling tidak sistem 1 kita lebih sering meminta bantuan terhadap sistem 2.
Sebagai contoh, ketika kita pertama kali belajar menaiki sepeda apa yang kita pelajari dari menaiki sepeda itu diserap dulu oleh sistem 2 kita. Semakin sering kita melatih diri kita menaiki sepeda lama-kelamaan kita tak perlu usaha yang besar untuk menaiki sepeda. Implikasi dari hal ini adalah kita bisa menggunakan ini juga agar otak kita terbiasa dengan cara pikir ilmiah, logis, dan rasional dalam diri kita. Walau ini tak menjamin diri kita kebal terhadap bias, karena pakar serta orang terpelajar yang sudah terlatih sistem 2 nya masih sering terjebak dalam kecacatan nalar dan bias. Setidaknya ketika otak kita sudah terbiasa dengan cara pikir ilmiah, logis, dan rasional otak kita menjadi lebih waspada disaat menjumpai informasi yang rawan bias, tidak logis, dan tidak ilmiah.
Sumber :
Thingking, Fast & Slow-Daniel Kahneman
Homo Deus-Yuval Noah Harari